Utang Whoosh: Mengurai Beban dan Harapan di Balik Kereta Cepat Jakarta–Bandung

Daftar Isi

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB), atau yang kini dikenal dengan nama Whoosh, merupakan tonggak baru transportasi modern di Indonesia. Di balik kecepatan 350 km/jam dan waktu tempuh Jakarta–Bandung hanya 45 menit, proyek ini menyimpan satu isu besar yang terus disorot publik: utang Whoosh.

Latar Belakang: Ambisi Besar, Beban Besar

Whoosh dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), hasil patungan antara konsorsium BUMN Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari Tiongkok.
Pendanaannya tidak berasal dari APBN, melainkan dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan setoran modal para pemegang saham.

Namun, sejak proyek dimulai pada 2015 hingga operasional komersial pada Oktober 2023, biaya terus membengkak. Dari rencana awal sekitar US$6 miliar, total investasi kini mencapai sekitar US$7,26 miliar atau Rp119,7 triliun (kurs Rp16.500/US$).
Kenaikan ini dipicu oleh pembebasan lahan, perubahan desain, hingga faktor pandemi.

Struktur Utang Whoosh

Dari total investasi tersebut, sekitar 75% dibiayai melalui pinjaman CDB, sementara 25% sisanya merupakan ekuitas dari para pemegang saham.
Artinya, beban utang yang ditanggung KCIC mencapai sekitar US$5,45 miliar atau Rp89 triliun.

Pinjaman dari CDB memiliki bunga tetap 3,3% per tahun, dengan tenor awal 40 tahun, dan kini tengah dinegosiasikan untuk diperpanjang hingga 60 tahun agar beban pembayaran bisa lebih ringan.
Sementara itu, PT Kereta Api Indonesia (Persero)—pemegang saham terbesar di PSBI—menjadi pihak yang paling merasakan tekanan finansial dari skema utang ini.

Apakah Utang Whoosh Ditanggung Negara?

Secara formal, utang Whoosh bukan utang negara, melainkan utang korporasi PT KCIC. Namun, karena saham mayoritasnya dimiliki oleh BUMN, maka pemerintah melalui PT KAI dan Danantara (holding BUMN infrastruktur) turut bertanggung jawab secara tidak langsung.

Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2025 menegaskan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab penuh terhadap keberlanjutan proyek ini, termasuk dalam restrukturisasi pinjaman.
Ia menilai proyek transportasi publik seperti Whoosh harus dipandang sebagai layanan publik (public service obligation), bukan semata bisnis yang harus untung cepat.

“Negara hadir untuk melayani rakyat. Kalau untuk transportasi publik, kita tidak bisa hanya bicara untung rugi,” ujar Presiden Prabowo di Istana Negara (Oktober 2025).

Restrukturisasi dan Upaya Pemerintah

Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakukan restrukturisasi utang Whoosh bersama CDB. Pembahasan mencakup:

  • Perpanjangan tenor dari 40 menjadi 60 tahun.

  • Penyesuaian bunga agar tetap kompetitif.

  • Penjaminan pemerintah untuk sebagian pembiayaan tambahan akibat cost overrun.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan suntikan modal tambahan melalui Danantara sebagai bagian dari upaya memperkuat struktur keuangan KCIC.

Beban Keuangan: Siapa yang Menanggung?

KCIC wajib membayar cicilan pokok dan bunga yang diperkirakan mencapai Rp1,2 hingga Rp2 triliun per tahun.
Meski begitu, kinerja keuangan Whoosh masih menghadapi tantangan besar karena jumlah penumpang masih jauh dari target.

Data per Oktober 2025 menunjukkan, rata-rata penumpang harian Whoosh hanya 15–20 ribu orang, sementara target agar impas berada di kisaran 70–80 ribu penumpang per hari.
Kondisi ini menyebabkan arus kas operasional masih negatif, sehingga pembayaran cicilan sebagian masih ditanggung oleh konsorsium.

Dampak terhadap APBN dan BUMN

Meski pemerintah berulang kali menegaskan bahwa utang Whoosh tidak dibayar menggunakan APBN, namun pada praktiknya PMN (Penyertaan Modal Negara) ke BUMN seperti KAI dan Danantara menjadi bentuk dukungan tidak langsung dari negara.
Dengan kata lain, jika KAI mengalami tekanan arus kas akibat proyek ini, risiko fiskal tetap ada di pundak negara.

Ekonom menilai, pendekatan restrukturisasi dengan memperpanjang tenor adalah langkah realistis agar cicilan bisa ditekan tanpa mengganggu stabilitas fiskal.

Peluang Keberlanjutan: Dari Transportasi ke Ekonomi Terpadu

Meskipun menghadapi beban utang besar, Whoosh tetap punya potensi ekonomi jangka panjang.
Proyek ini membuka peluang integrasi transportasi cepat dengan Transit Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun seperti Halim, Karawang, dan Tegalluar.
Selain itu, pengembangan kawasan bisnis, hunian, dan logistik di sekitar lintasan dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi KCIC di masa depan.

Jika dikelola dengan baik, sinergi antara transportasi dan pengembangan properti bisa menjadi solusi untuk menutup cicilan utang tanpa harus terus bergantung pada subsidi.

Catatan Kecil

Utang Whoosh mencerminkan dilema klasik pembangunan infrastruktur di negara berkembang: antara ambisi modernisasi dan kemampuan finansial.
Namun, proyek ini juga menjadi simbol keberanian Indonesia memasuki era transportasi cepat. Tantangannya kini bukan hanya bagaimana membayar utang, tetapi bagaimana memastikan Whoosh benar-benar memberi manfaat ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.

Catatan tambahan:
Data keuangan dan pernyataan pejabat dalam artikel ini mengacu pada informasi publik hingga November 2025, termasuk laporan BBC Indonesia, Kemenhub, dan pernyataan resmi Presiden Prabowo Subianto serta PT KCIC.

Media Perbankan
Media Perbankan Media perbankan terdepan dan terpercaya di Indonesia.

Posting Komentar