5 Bank Bangkrut di Indonesia Hingga Oktober 2025: Fakta Resmi dari OJK dan LPS
Hingga akhir Oktober 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi telah mencabut izin usaha lima bank di Indonesia yang berstatus Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Seluruh keputusan ini tertuang dalam pengumuman resmi OJK, yang menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Kabar ini sekaligus menegaskan kondisi nyata sektor BPR/BPRS yang sedang menghadapi tantangan besar, terutama terkait permodalan, likuiditas, dan tata kelola keuangan.
Mengapa Banyak BPR dan BPRS Gulung Tikar di 2025?
Industri BPR/BPRS memiliki peran penting dalam melayani masyarakat di tingkat daerah, terutama pelaku UMKM. Namun, tantangan struktural seperti penurunan kualitas aset, keterbatasan modal, dan lemahnya manajemen risiko membuat sebagian bank ini tidak mampu bertahan dalam tekanan ekonomi 2025.
Beberapa penyebab umum yang ditemukan OJK antara lain:
- Rasio modal di bawah ketentuan minimum (CAR rendah).
- Kegagalan memperbaiki kondisi keuangan sesuai rencana penyehatan yang disetujui OJK.
- Likuiditas tidak memadai, menyebabkan kesulitan memenuhi kewajiban kepada nasabah.
- Permasalahan tata kelola (governance) yang tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian perbankan.
OJK menegaskan bahwa pencabutan izin bukan langkah tiba-tiba. Setiap bank telah melalui tahap pengawasan intensif dan diberikan kesempatan memperbaiki kondisi keuangannya. Namun, ketika upaya itu gagal, pencabutan izin menjadi jalan terakhir.
Daftar 5 Bank yang Bangkrut Hingga Oktober 2025
Berikut daftar resmi bank yang izinnya dicabut oleh OJK hingga Oktober 2025, lengkap dengan informasi lokasi dan alasan pencabutan:
| No | Nama Bank | Jenis | Tanggal Izin Dicabut | Penyebab Utama | Lokasi | 
|---|---|---|---|---|---|
| 1 | PT BPR Artha Kramat | BPR | 14 Oktober 2025 | Self-liquidation; gagal menjaga permodalan dan likuiditas | Tegal, Jawa Tengah | 
| 2 | PT BPRS Gayo Perseroda | BPRS | 9 September 2025 | Tidak mampu memperbaiki rasio modal dan likuiditas | Aceh Tengah | 
| 3 | PT BPRS Gebu Prima | BPRS | April 2025 | Masalah likuiditas dan tata kelola | Medan, Sumatera Utara | 
| 4 | PT BPR Dwicahaya Nusaperkasa | BPR | Pertengahan 2025 | Permodalan tidak sesuai ketentuan OJK | Kota Batu, Jawa Timur | 
| 5 | PT BPR Disky Surya Jaya | BPR | Awal 2025 | Likuiditas rendah dan tidak mampu menjalankan rencana penyehatan | Deli Serdang, Sumatera Utara | 
Bank terbaru yang ditutup adalah PT BPR Artha Kramat, berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2025 tanggal 14 Oktober 2025.
Uniknya, pencabutan izin ini merupakan bentuk likuidasi sukarela (self-liquidation) oleh pemegang saham. Mereka memutuskan menutup operasional Artha Kramat untuk fokus pada entitas lain di grup yang sama, yakni PT BPR Bumi Sediaguna.
Sementara itu, bank lain seperti BPRS Gayo Perseroda dan BPRS Gebu Prima menghadapi tekanan berat akibat rasio modal di bawah 8 persen serta tingginya kredit bermasalah (NPL). Faktor ini menjadi alasan utama OJK mengambil tindakan tegas.
Langkah OJK Setelah Pencabutan Izin
Setelah mencabut izin usaha, OJK menunjuk tim likuidasi yang bekerja sama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tim ini bertugas mengamankan aset, menghitung kewajiban, dan menyiapkan proses pembayaran dana nasabah.
OJK menegaskan bahwa tindakan ini bukan bentuk krisis sistemik, melainkan penertiban terhadap bank bermasalah agar industri BPR lebih sehat dan terpercaya.
Langkah ini juga diiringi dengan:
- Peningkatan pengawasan terhadap rasio keuangan BPR aktif.
- Evaluasi izin pendirian baru agar hanya bank yang memiliki modal kuat dan manajemen profesional yang diizinkan beroperasi.
- Kebijakan penggabungan (merger) antar BPR untuk memperkuat ketahanan modal.
Peran dan Perlindungan dari LPS
Setiap kali sebuah bank dicabut izinnya, LPS otomatis mengambil alih proses likuidasi dan menjamin simpanan nasabah hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, selama memenuhi syarat penjaminan (suku bunga sesuai ketentuan dan tercatat secara resmi di sistem bank).
Tahapan umum yang dilakukan LPS meliputi:
- Verifikasi data nasabah berdasarkan catatan rekening terakhir.
- Pengumuman resmi mengenai waktu dan cara klaim dana.
- Pembayaran dana penjaminan melalui mekanisme transfer ke rekening bank lain atau secara langsung.
Proses ini biasanya memakan waktu antara 14 hingga 30 hari kerja setelah tanggal pencabutan izin, tergantung kelengkapan dokumen nasabah dan kondisi aset bank yang dilikuidasi.
Dampak Terhadap Industri Perbankan
Penutupan lima BPR/BPRS di 2025 menjadi cerminan bahwa industri perbankan mikro masih perlu penguatan serius, terutama dalam hal digitalisasi, efisiensi biaya, dan kepatuhan terhadap regulasi.
Meski begitu, langkah OJK dan LPS menunjukkan bahwa stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga. Tidak ada indikasi gangguan terhadap bank umum maupun lembaga keuangan besar lainnya.
OJK juga terus mendorong konsolidasi dan modernisasi sistem BPR agar mampu bersaing dengan layanan digital banking yang kini menjadi tren utama di masyarakat.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan prinsip kehati-hatian, diharapkan BPR/BPRS yang tersisa dapat menjadi lembaga keuangan yang tangguh, sehat, dan berdaya saing.

 
Posting Komentar