Ringkasan PMK 53 Tahun 2025: Penyesuaian Dasar Pengenaan PPN dan Pajak Penghasilan
Latar Belakang Regulasi
Pemerintah resmi menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53 Tahun 2025 sebagai regulasi lanjutan untuk menyempurnakan sistem pemajakan nasional, terutama dalam konteks pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). PMK ini merupakan revisi atas PMK Nomor 11 Tahun 2025, yang sebelumnya mengatur tentang nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN serta besaran tertentu pajak untuk transaksi tertentu.
Diterbitkan pada 28 Juli 2025 dan berlaku efektif sejak 4 Februari 2025, peraturan ini memiliki efek retroaktif hingga 1 Januari 2025. Langkah ini diambil untuk menyelaraskan kebijakan pajak dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12% per awal tahun 2025.
Pokok Pengaturan dalam PMK 53 Tahun 2025
1. Penyesuaian Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan PPN
PMK 53/2025 memperbarui daftar dan formula nilai lain untuk sejumlah objek pajak, antara lain:
-
Film cerita impor: Nilai lain ditetapkan berdasarkan harga pasar tertentu, bukan lagi nilai kontrak eksklusif.
-
Penjualan pulsa dan kartu perdana: Dikenai PPN atas selisih harga jual distributor dan harga jual ke konsumen, bukan nilai penuh.
-
Penyerahan token listrik dan voucher digital: Disesuaikan agar tidak terjadi pemajakan ganda atau kelebihan pungutan.
Penyesuaian ini dilakukan untuk menghindari distorsi pengenaan pajak yang bisa merugikan pelaku usaha maupun konsumen.
2. Revisi Besaran Tertentu PPN
PMK ini menetapkan ulang besaran tertentu bagi transaksi yang tidak memungkinkan perhitungan dasar pengenaan pajak secara konvensional. Misalnya:
-
Transaksi ritel online (e-commerce): Pelaku usaha dapat menggunakan besaran tertentu bila tidak mencatat secara lengkap harga jual barang.
-
Jasa luar negeri: Nilai pengenaan PPN untuk jasa kena pajak dari luar daerah pabean diatur agar lebih konsisten dengan praktik internasional.
Besaran tertentu juga memudahkan pelaporan dan mencegah manipulasi harga dalam penghitungan PPN.
3. Harmonisasi dengan Sistem Administrasi Pajak Digital
PMK 53/2025 mendukung transisi menuju sistem pajak berbasis Core Tax Administration System (CTAS), dengan memfasilitasi pelaku usaha:
-
Menyesuaikan pengisian faktur pajak dan e-faktur berdasarkan nilai lain.
-
Mengintegrasikan sistem Point of Sales (POS) dengan data pelaporan pajak.
-
Mengadopsi kode objek pajak baru untuk transaksi digital yang relevan.
Langkah ini sekaligus memperkuat kontrol DJP atas kepatuhan pajak di sektor digital dan informal.
4. Pencabutan Aturan Lama
Sebanyak 10 peraturan terdahulu dinyatakan tidak berlaku lagi. Di antaranya:
-
PMK Nomor 624/KMK.04/1994 tentang PPh atas premi asuransi dari luar negeri.
-
PMK Nomor 282/KMK.04/1997 tentang pajak atas penjualan saham di bursa oleh WP luar negeri.
-
PMK Nomor 56/PMK.010/2021 tentang pengurangan PPN untuk barang yang dikembalikan.
Pencabutan ini bertujuan menyederhanakan regulasi perpajakan dan mencegah tumpang tindih aturan.
Implikasi Langsung PMK 53 Tahun 2025
Bagi Wajib Pajak dan Pelaku Usaha
-
Penyesuaian sistem pencatatan dan pelaporan: Harus dilakukan segera, terutama bagi sektor retail, digital, dan jasa luar negeri.
-
Kewajiban compliance meningkat: Karena nilai lain dan besaran tertentu ditentukan lebih spesifik, pelaku usaha wajib berhati-hati dalam menerapkannya.
-
Penghematan biaya administrasi: Melalui kepastian perhitungan pajak, perusahaan dapat menghindari sengketa pajak dan koreksi besar dari fiskus.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak
-
Peningkatan efektivitas pengawasan dan audit: Dengan adanya ketentuan baru yang lebih presisi, potensi penghindaran pajak dapat ditekan.
-
Kemudahan integrasi data transaksi digital: Aturan ini memperkuat posisi DJP dalam mengawasi kegiatan usaha berbasis elektronik.
Bagi Perekonomian Nasional
-
Stabilitas penerimaan negara: PMK ini berkontribusi terhadap tercapainya target penerimaan pajak pasca kenaikan tarif PPN.
-
Transparansi dan efisiensi fiskal: Aturan yang lebih jelas membantu menciptakan iklim usaha yang sehat dan adil.
Sumber Resmi: PMK Nomor 53 Tahun 2025 dapat diunduh di situs jdih.kemenkeu.go.id dan juga tersedia melalui kanal informasi otoritatif seperti ortax.org dan news.ddtc.co.id.
Posting Komentar