Inilah Batas ARA dan ARB Saham 2025
Halo, Sobat Investor! Kalau kamu sering bermain saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), istilah Auto Rejection Atas (ARA) dan Auto Rejection Bawah (ARB) pasti sudah akrab di telinga. Tapi, buat kamu yang baru mulai investasi, mungkin bertanya-tanya: apa sih ARA dan ARB itu? Bagaimana aturannya di 2025? Artikel ini akan menjelaskan secara detail, terstruktur, dan mudah dipahami dengan data terkini. Yuk, kita ulas!
Apa Itu ARA dan ARB?
Auto rejection adalah mekanisme pengaman BEI untuk mengontrol fluktuasi harga saham yang terlalu ekstrem dalam satu hari perdagangan. Melalui Jakarta Automated Trading System (JATS), sistem ini otomatis menolak order beli atau jual yang melampaui batas harga tertentu. Tujuannya adalah menjaga stabilitas pasar, mencegah spekulasi berlebihan, dan melindungi investor dari volatilitas tak wajar.
Auto Rejection Atas (ARA): Batas maksimum kenaikan harga saham. Jika saham mencapai batas ini, order beli di atas harga ARA akan ditolak untuk mencegah kenaikan spekulatif.
Auto Rejection Bawah (ARB): Batas maksimum penurunan harga saham. Order jual di bawah harga ARB ditolak untuk menghindari panic selling atau penurunan ekstrem.
Mekanisme ini berlaku untuk saham di Papan Utama, Papan Pengembangan, Papan Ekonomi Baru, serta efek lain seperti Exchange-Traded Fund (ETF) dan Dana Investasi Real Estat (DIRE).
Catatan kecil: Untuk saham di Papan Pemantauan Khusus, batas ARA/ARB biasanya lebih ketat (misalnya 10%), tapi perlu verifikasi lebih lanjut untuk 2025.
Aturan Batas ARA dan ARB di 2025
Per April 2025, BEI memperbarui kebijakan auto rejection melalui dua Surat Keputusan Direksi:
Nomor Kep-00002/BEI/04-2025 tentang Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan.
Nomor Kep-00003/BEI/04-2025 tentang Peraturan Nomor II-A Perdagangan Efek Ekuitas.
Berikut rincian aturan terbaru:
Batas ARB: Diseragamkan menjadi 15% untuk semua saham, terlepas dari fraksi harga (Rp50–Rp200, Rp200–Rp5.000, atau >Rp5.000). Kebijakan ini efektif sejak 8 April 2025.
Batas ARA: Tidak ada perubahan eksplisit untuk 2025. Berdasarkan kebijakan simetris sejak September 2023, ARA mengikuti persentase berikut sesuai fraksi harga:
35% untuk saham Rp50–Rp200.
25% untuk saham Rp200–Rp5.000.
20% untuk saham di atas Rp5.000.
Khusus IPO: Pada hari pertama perdagangan saham baru listing, batas ARA/ARB bisa dua kali lipat (misalnya, 70% untuk saham Rp50–Rp200) untuk mengakomodasi volatilitas awal.
Trading Halt: Jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 8%, BEI dapat menghentikan perdagangan sementara selama 30 menit. Penurunan 15% atau 20% bisa memicu halt lebih lama atau suspensi hingga akhir sesi.
Kebijakan ini dipengaruhi kondisi global, seperti kebijakan tarif impor AS yang meningkatkan volatilitas bursa Asia. Dengan ARB seragam 15%, BEI mengambil pendekatan konservatif untuk menjaga likuiditas dan stabilitas.
Catatan kecil: Aturan ini berlaku untuk saham di Papan Utama dan Pengembangan. Untuk Papan Pemantauan Khusus, batas mungkin berbeda dan perlu konfirmasi dari BEI.
Evolusi Aturan ARA dan ARB
Untuk memahami konteks 2025, berikut kilas balik perubahan aturan:
Pandemi COVID-19 (2020–2022): BEI menerapkan ARB asimetris 7% untuk semua saham guna mencegah anjloknya IHSG. Sementara itu, ARA tetap tinggi (20–35% tergantung fraksi).
Juni 2023: BEI menormalkan ARB menjadi 15% pada tahap pertama. Per September 2023, ARB diselaraskan dengan ARA (35%, 25%, 20% sesuai fraksi harga).
April 2025: ARB diseragamkan 15% untuk semua saham, menandakan langkah hati-hati di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Perubahan ini mencerminkan upaya BEI menyeimbangkan perlindungan investor dengan dinamika pasar yang kian kompleks.
Mengapa BEI Menyeragamkan ARB?
Penyeragaman ARB menjadi 15% punya beberapa tujuan strategis:
Mengurangi Volatilitas: Batas ARB yang lebih ketat mencegah penurunan harga ekstrem, terutama saat pasar dilanda sentimen negatif seperti krisis geopolitik atau kebijakan ekonomi global.
Melindungi Investor: Memberikan waktu bagi investor untuk mengevaluasi keputusan, mengurangi risiko kerugian akibat panic selling.
Menjaga Likuiditas: Dengan batas yang tidak terlalu longgar (seperti 35% sebelumnya), perdagangan tetap aktif tanpa mengunci saham di harga bawah terlalu lama.
Kesederhanaan Aturan: Persentase seragam memudahkan investor memahami batas, terutama pemula.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menegaskan, “Penyesuaian ini memastikan perdagangan efek berjalan teratur, wajar, dan efisien, sembari melindungi investor dari volatilitas berlebihan.”
Contoh Perhitungan ARA dan ARB
Berikut ilustrasi perhitungan batas ARA dan ARB berdasarkan harga penutupan saham:
Saham A: Harga Penutupan Rp100 (Fraksi Rp50–Rp200)
ARA (35%): Rp100 + (35% × Rp100) = Rp100 + Rp35 = Rp135.
ARB (15%): Rp100 - (15% × Rp100) = Rp100 - Rp15 = Rp85.
Harga saham A hanya boleh bergerak antara Rp85 (ARB) dan Rp135 (ARA) dalam sehari.
Saham B: Harga Penutupan Rp1.000 (Fraksi Rp200–Rp5.000)
ARA (25%): Rp1.000 + (25% × Rp1.000) = Rp1.000 + Rp250 = Rp1.250.
ARB (15%): Rp1.000 - (15% × Rp1.000) = Rp1.000 - Rp150 = Rp850.
Saham C: Harga Penutupan Rp6.000 (Fraksi >Rp5.000)
ARA (20%): Rp6.000 + (20% × Rp6.000) = Rp6.000 + Rp1.200 = Rp7.200.
ARB (15%): Rp6.000 - (15% × Rp6.000) = Rp6.000 - Rp900 = Rp5.100.
Catatan kecil: Perhitungan di atas menggunakan ARA simetris berdasarkan kebijakan 2023. Jika BEI mengumumkan perubahan ARA di 2025, pastikan cek pengumuman resmi.
Dampak bagi Investor
Aturan ARA dan ARB memengaruhi strategi investasi dan trading. Berikut dampaknya:
Keuntungan
Perlindungan dari Fluktuasi Ekstrem: ARB 15% membatasi kerugian saat pasar jatuh, sementara ARA mencegah kenaikan spekulatif yang tidak sehat.
Waktu untuk Strategi: Saat saham kena ARA/ARB, investor punya jeda untuk menganalisis berita, laporan ke_AREA, atau sentimen pasar.
Stabilitas Pasar: Mengurangi potensi manipulasi harga, seperti saham “gorengan” yang naik-turun tanpa fundamental jelas.
Keterbatasan
Keterbatasan Trading Harian: Trader cepat (scalper) mungkin kesulitan memanfaatkan pergerakan harga besar karena batas ARA/ARB.
Antrean Order Macet: Saat ARB, antrean beli bisa kosong, menyulitkan penjualan. Sebaliknya, saat ARA, antrean jual bisa hilang, menghambat pembelian.
Potensi Suspensi: Saham yang terus-menerus kena ARB atau ARA berisiko disuspensi, menunda peluang trading.
Strategi Memanfaatkan ARA dan ARB
Berikut strategi praktis untuk investor dan trader:
1. Saat Saham Kena ARB
Beli di Harga Rendah: Jika saham turun ke ARB tapi fundamentalnya solid (misalnya, laba naik, ekspansi bisnis, atau berita positif), ini bisa jadi peluang beli murah. Contoh: Beli Saham A di Rp85 jika penurunan hanya karena sentimen pasar sementara.
Perhatikan Risiko: Hindari saham dengan masalah fundamental, seperti utang besar atau skandal. Gunakan data dari RTI Business atau Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk verifikasi.
2. Saat Saham Kena ARA
Ambil Keuntungan: Jika saham naik ke ARA karena euforia (misalnya, IPO sukses atau akuisisi), pertimbangkan jual untuk mengunci profit. Contoh: Jual Saham A di Rp135 jika kenaikan terlihat spekulatif.
Waspada Koreksi: Saham yang kena ARA sering terkoreksi keesokan harinya, terutama jika kenaikan tidak didukung fundamental kuat.
3. Antisipasi Trading Halt
Jika IHSG turun signifikan (8%, 15%, atau 20%), BEI mungkin menerapkan trading halt atau suspensi. Gunakan waktu ini untuk:
Cek berita di idxchannel.com atau akun X seperti @BEI_official.
Analisis laporan keuangan di idx.co.id.
Siapkan strategi beli/jual saat perdagangan dibuka kembali.
4. Hindari FOMO
Saham yang kena ARA/ARB sering memicu fear of missing out, terutama di kalangan pemula. Selalu lakukan analisis fundamental dan hindari saham volatil tanpa dasar kuat, seperti saham lapis tiga yang sering dimanipulasi.
Cara Memantau Saham ARA/ARB
Untuk tetap update dengan saham yang kena ARA/ARB, gunakan sumber berikut:
Aplikasi Trading:
Platform seperti Stockbit, Mirae Sekuritas, Ajaib, atau Mandiri Sekuritas menampilkan status ARA/ARB secara real-time.
Cek antrean bid (beli) dan offer (jual) untuk melihat potensi pergerakan harga.
Situs Resmi BEI:
Kunjungi idx.co.id untuk pengumuman resmi, daftar saham disuspensi, atau perubahan aturan.
Lihat laporan perdagangan harian untuk saham yang mencapai batas.
Media dan Sosial Media:
Situs seperti idxchannel.com atau bisnis.com sering bahas saham yang “nge-ARA” atau “nge-ARB”.
Akun X seperti @Saham_fess atau @BEI_official memberikan update cepat, tapi selalu verifikasi dengan sumber resmi.
Tools Analisis:
Gunakan RTI Business atau TradingView untuk pantau pergerakan harga dan volume saham secara langsung.
Aktifkan notifikasi untuk saham tertentu yang mendekati batas ARA/ARB.
Catatan kecil: Hindari mengandalkan rumor di grup Telegram atau WhatsApp. Selalu cek data resmi dari BEI atau sekuritas terpercaya.
Tips untuk Investor Pemula
Baru terjun ke dunia saham? Berikut panduan praktis:
Pahami Aturan: Selalu cek kebijakan terbaru di situs BEI atau tanya sekuritasmu, karena aturan ARA/ARB bisa berubah sewaktu-waktu.
Fokus Fundamental: Jangan tergiur saham yang kena ARA/ARB tanpa memeriksa laba, utang, atau prospek bisnisnya. Gunakan rasio seperti PE atau PBV untuk evaluasi.
Manfaatkan Teknologi: Aplikasi trading modern punya fitur seperti watchlist atau alert untuk pantau saham favoritmu.
Hindari Saham Berisiko: Saham kecil yang sering kena ARA/ARB (biasanya lapis tiga) sering dimanipulasi. Untuk pemula, prioritaskan saham blue chip seperti BBCA, TLKM, atau UNTR.
Kelola Emosi: Jangan panik saat saham kena ARB atau tergoda saat ARA. Investasi adalah maraton, bukan sprint.
Mengapa Ini Penting untuk Investor?
Memahami batas ARA dan ARB membantu kamu:
Mengelola Risiko: Tahu kapan harus tahan, beli, atau jual saat saham mencapai batas.
Memanfaatkan Peluang: Saham yang kena ARB bisa jadi undervalued, sementara yang kena ARA mungkin overvalued.
Menyesuaikan Strategi: Dengan ARB 15% yang lebih ketat, trader harian perlu lebih cermat, sementara investor jangka panjang bisa fokus pada fundamental.
Data hingga Mei 2025 menunjukkan aturan ini relevan di tengah volatilitas pasar yang dipicu faktor eksternal, seperti kebijakan ekonomi AS dan dinamika regional. Dengan informasi ini, kamu bisa lebih percaya diri menyusun strategi investasi.
Untuk update terbaru, pantau www.mediaperbankan.com atau kunjungi idx.co.id. Jadi investor cerdas, raih cuan di 2025!
Catatan kecil: Informasi dalam artikel ini berdasarkan data hingga Mei 2025. Untuk kepastian, selalu rujuk pengumuman resmi BEI atau hubungi sekuritas terpercaya.
Posting Komentar