Widget HTML #1

BCA: Bank Swasta Terdepan di Indonesia


Sejarah BCA


BCA adalah singkatan dari Bank Central Asia, sebuah bank swasta yang didirikan pada tahun 1955 di Semarang. Awalnya, BCA adalah sebuah perusahaan tekstil bernama NV Perseroan Dagang Dan Industrie Semarang Knitting Factory. Perusahaan ini kemudian berubah menjadi sebuah bank pada tahun 1956 dengan nama NV Bank Asia.

Pada tahun 1957, nama bank ini diubah menjadi Central Bank Asia dan kemudian disederhanakan menjadi Bank Centraal Asia. Pada hari yang sama, bank ini mulai beroperasi di Jakarta dengan kantor pusatnya di daerah Asemka. Tanggal 21 Februari 1957 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi BCA.

Bank ini dibeli oleh Liem Sioe Liong (Sudono Salim), seorang pengusaha yang juga pendiri Salim Group, dan rekannya, Tan Lip Soin, dari pemilik lama, Gunardi. Liem dan Tan kemudian memindahkan kantor pusat bank ini ke Jakarta dan mengembangkan jaringan layanan cabangnya.

Pada tahun 1974, nama bank ini diubah menjadi PT Bank Central Asia. Awalnya, saham BCA dikuasai oleh Liem dan keluarganya, tetapi kemudian sebagian sahamnya diserahkan kepada anak-anak Soeharto, yaitu Siti Hardiyanti Rukmana dan Sigit Harjojudanto.

IPO BCA


IPO BCA adalah singkatan dari initial public offering (penawaran umum perdana) saham BCA yang dilakukan pada tahun 2000. IPO BCA merupakan bagian dari divestasi saham BCA oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengambil alih BCA pada tahun 1998 akibat krisis moneter dan bank run. BPPN kemudian merekapitalisasi dan merevitalisasi BCA dengan menyuntikkan dana Rp 10,3 triliun dan mengubah status BCA menjadi perseroan terbatas.

IPO BCA dilakukan pada tanggal 31 Mei 2000 di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) dengan harga penawaran Rp 1.500 per saham. Jumlah saham yang dilepas sebanyak 1,5 miliar saham atau 22,5% dari modal ditempatkan dan disetor penuh BCA. Dengan demikian, nilai IPO BCA mencapai Rp 2,25 triliun.

IPO BCA mendapat sambutan positif dari investor, baik domestik maupun asing. Permintaan saham BCA melebihi penawaran sebanyak 3,5 kali. Harga saham BCA naik 50% di hari pertama perdagangan dan mencapai Rp 2.250 per saham. IPO BCA juga meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia dan menambah kepercayaan investor terhadap perbankan nasional.

IPO BCA merupakan langkah awal dari divestasi total saham BCA oleh BPPN. BPPN kemudian menjual sisa saham BCA melalui beberapa tahap, yaitu penawaran publik kedua, tender strategic private placement, penawaran terbatas, dan divestasi akhir. Pada tahun 2002, BPPN menjual 51% saham BCA kepada FarIndo Investment (Mauritius) Limited, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh PT Djarum, dengan harga Rp 4.325 per saham dan meraup Rp 16,5 triliun.

Pemegang Saham BCA


Saat ini, BCA dimiliki oleh PT Djarum dengan kepemilikan 54,95% saham, publik dengan kepemilikan 43,05% saham, dan karyawan BCA dengan kepemilikan 2% saham. PT Djarum adalah salah satu grup produsen rokok terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono, yang juga merupakan orang terkaya di Indonesia. Mereka juga merupakan pengendali terakhir BCA.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia per 31 Juli 2021, PT Dwimuria Investama Andalan merupakan pemegang saham terbesar BCA dengan porsi kepemilikan sebesar 54,94 persen atau jumlah kepemilikan saham sekitar 67,72 miliar saham. Adapun sosok pemegang saham PT Dwimuria Investama Andalan adalah pemilik grup Djarum sekaligus orang terkaya di Indonesia, Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.

Perkembangan Bisnis BCA


BCA terus berkembang dan menjadi salah satu bank terdepan di Indonesia dengan menawarkan berbagai produk dan layanan perbankan, terutama perbankan digital seperti BCA Mobile, KlikBCA, Sakuku, dan lain-lain. BCA juga memiliki beberapa anak usaha, seperti BCA Insurance, BCA Life, BCA Finance, BCA Syariah, BCA Multifinance, BCA Sekuritas, BCA Digital, BCA Finance Limited, dan Central Capital Ventura.

BCA berhasil mencatatkan kinerja yang solid dan berkelanjutan sepanjang tahun 2021, meskipun menghadapi tantangan akibat pandemi Covid-19. BCA membukukan laba bersih sebesar Rp31,4 triliun, tumbuh 15,8% secara tahunan (YoY). Peningkatan laba bersih didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih, pendapatan operasional lainnya, dan efisiensi biaya operasional.

BCA juga mencatatkan pertumbuhan kredit yang melebihi target yang ditetapkan. Total kredit BCA tumbuh 8,2% YoY menjadi Rp682 triliun per akhir Desember 2021, sementara targetnya adalah 4-6% YoY. Pertumbuhan kredit terutama didorong oleh segmen korporasi, komersial, dan UKM, yang mencerminkan komitmen BCA untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kualitas kredit BCA juga terjaga dengan baik, dengan rasio kredit bermasalah (NPL) bruto sebesar 1,7% dan rasio kredit bermasalah (NPL) neto sebesar 0,9%.

Dari sisi pendanaan, BCA berhasil meningkatkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 16,1% YoY menjadi Rp1.012,5 triliun per akhir Desember 2021. Peningkatan DPK didominasi oleh dana murah atau current account and savings account (CASA), yang tumbuh 19% YoY menjadi Rp843,9 triliun. Rasio CASA BCA mencapai 83,4%, yang merupakan salah satu yang tertinggi di industri perbankan nasional. Peningkatan CASA menunjukkan kepercayaan nasabah terhadap BCA dan kemampuan BCA untuk menawarkan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.

BCA juga terus memperkuat ekosistem digitalnya untuk memberikan layanan terbaik bagi nasabah. BCA memiliki berbagai produk dan layanan perbankan digital, seperti BCA Mobile, KlikBCA, Sakuku, Flazz, BCA Virtual Account, dan lain-lain. BCA juga memiliki anak usaha yang bergerak di bidang perbankan digital, yaitu PT BCA Digital, yang beroperasi sejak November 2020. BCA Digital menawarkan produk tabungan dan deposito berbasis aplikasi, yaitu BCA Dollar dan BCA Rupiah, yang menargetkan nasabah ritel dan menengah. BCA Digital juga berencana untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO) di tahun 2022, dengan target jumlah nasabah sebanyak 30 juta.

BCA juga memiliki beberapa anak usaha lain yang bergerak di bidang asuransi, multifinance, sekuritas, syariah, dan modal ventura. BCA juga berkomitmen untuk mendukung implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam bisnisnya. BCA memiliki portofolio kredit keuangan berkelanjutan sebesar Rp127,2 triliun atau 21,6% dari total kredit per akhir Desember 2020. BCA juga memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial.

Kesimpulan


BCA adalah bank swasta terdepan di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan kinerja yang solid. BCA berhasil melakukan IPO pada tahun 2000 dan divestasi saham oleh BPPN pada tahun 2002. BCA dimiliki oleh PT Djarum, grup produsen rokok terbesar di Indonesia. BCA terus berkembang dan menawarkan berbagai produk dan layanan perbankan, terutama perbankan digital. BCA juga memiliki beberapa anak usaha dan program ESG dan CSR.